Oleh : Jejen-Lembaga politik sejatinya berdiri untuk mengatasi sebuah persoala-peroalan yang hadir ditengah rakyat, kendatipun hal ini diilhami oleh gagasan demokrasi yang memberikan iklim sejuk dalam suatu negara, karena memang kedaulatan tertinggi ada ditangan rakyat.
Dalam sisitem kedaulatan rakyat , kekuasaan tertinggi dalam suatu Negara berada ditangan rakyat, dan kekuasaan yang dimiliki oleh actor politik yang telah mengibuli public hakikatnya berasal dari rakyat, dikelola oleh rakyat dan untuk kepentingan seluruh rakyat, dengan kemudian kekausaan itu berasal dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat
Namun dalam makna kebebasaan tidak seperti halnya keran yang dibuka sebebas-bebasnya, hal ini dikarenakan ada suatu limitatif atas dasar kesepakatan yang memang dituangkan dalam kosntitusi atau hukum tertinggi yang ada dalam Negara Indonesia. Disisi lain kesepakatan bersama antara raja dan rakyat dalam menentukan kehidupan yang entitasnya terakomodir dalam kontstitusi ini dijadikan sebagai tonggak berdirinya Negara.
Konstitusi hadir unutk membatasi dan mengatur bagaimana kedaulatan rakyat itu disalurkan, dijalankan dan diselenggarakan dalam kegiatan bernegara serta kehidupan bermasyarakat, tidak dapat diganggu gugat Dewan Perwakilan Rakyat itu adalah lembaga representatif dari sekumpulan nyawa rakyat.
Suatu penjaminan yang tercermin dalam konstitusi diberikan seluas-luasnya untuk rakyat dan dari sinilah kedaulatan tertinggi berada dalam genggaman rakyat bahakan Negara sekalipun sesungguhnya punya rakyat, karena memang yang ada dalam tubuh Negara itu adalah ruh rakyat”
Dalam Negara demokrasi kita mengenal adanya suatu perwakilan yang diperuntukan untuk mengatur atau menjalankan tugas dan fungsi yang ada di lembaga Negara, serta kehendak rakyat dalam hal kekuasaan yang menentukan wakilnya tersebut. Dalam pada ini tataran Negara diilhami oleh pemikiran jhon lock dan diperkuat oleh gagasan mounteque sehingga tercipta trias politika dan system check and balances yang memang seringkali diadopsi oleh Negara-negara modern terkhusus Indonesia.
Adanya lembaga Negara seperti MPR dan DPR adalah penjelmaan seluruh rakyat serta dewan perwakilan rakyat sebagai entitas multak yang hadir ditengah-tengah rakyat. Suara-suara rakyat harus ditampung dan digodog serta dikembalikan kerakyat dalam keadaan utuh, sehingga arti kedaulatan sesungguhnya milik rakyat.
Namun hari ini lembaga politik telah mengenyampingkan hal-hal yang berkenaan dengan kebebasan rakyat, seperti halnya DPR melalui kebijakannya memberendel atau membunuh demokrasi, ini terlihat dari UU MD3 yang dibuat dari, oleh, untuk mereka sendiri. Bagaimana dengan kedaulatan yang dirongrong untuk kepentingan golongannya sendiri, tentu dalam hal ini kedaulatan rakyat yang sifatnya universal sedikit-demi sedikit telah dikubur. Problem seperti ini mengindikasikan gagalnya paham kedaulatan yang sekarang dipegang oleh tuan-tuan curut.
Pasal demi pasal yang lahir dari Rahim DPR melalui revisi UU No. 17 Tahun 2014 mengiblatkan rakyat pada persoalan yang rumit untuk di pecahkan, seperti halnya lembaga demokrasi yang mengamil peran layaknya lembaga penegak hukum, dan prinsip Rule Of Law dilabrak demi mencapai titik kulminasi dalam kekuasaanya, menggores hati rakyat menutup keran demokrasi” patologi seperti ini harus segera dipupuskan.
Tak cukup bicara demokrasi yang dipenggal, kendatipun yang mulia DPR telah mengobrak-abrik system melalui kewenangannya, kita lihat dalam UU MD3 pasal 73 dan 245, DPR tendensi menggunakan kekuasaannya hanya untuk memproteksi dirinya dari jeratan hukum, “tuan bisa memaksa tapi tuan tidak bisa dipaksa” apakah tuan waras!!!
Hari ini DPR telah membangun tembok tebal yang dilingkupi oleh aliran-aliran listrik yang sesekali bisa membuat rakyat mati Cuma-Cuma, dengan kemudian anggota DPR ini dapat leluasa untuk bagaimana menghisap uang rakyat , korupsi tak lagi terbendung dan indikasi kehancuran kedaulatan tak dapat dihindarkan, letupan-letupan KKN akan memperparah situasi masa kelam demokrasi.
Kebebasan berserikat, berkumpul dan berpendapat tak lagi rakyat rasakan. Jika dalam hal ini rakyat tidak menghormati DPR maka mereka akan berhadapan dengan suatu kenestapaan, seharusnya yang dapat jeratan pidana itu orang-orang parlemen sendiri, karena memang mereka seringkali mangkrak dan membelotkan arah dalam mengemban tugasya, disisi lain tuan yang haus hormat ini kebal terhadap hukum, kita ketahui dalam pada UU MD3 proses untuk menetapkan anggota terlibat tindak pidana itu harus mendapat ijin tertulis dari Mahkamah kehormatan dewan (MKD), sedangkan MKD itu orang-orangnya satu atap dengan DPR, hal ini sudah keterlaluan tidak sepantasnya legislatif mengintervensi yudikatif. Dampak daripada UU MD3 ini akan memperlemah system check and balances, dengan kemudian good government tidak lagi kita rasakan.
Transisi kewenangan DPR setelah diundangkannya UU MD3 melampaui batas, tentu tugas awalnya itu hanya sebatas menyerap, menghimpun, menampung dan menindaklanjuti aspirasi rakyat. Namun kali ini DPR bisa memidanakan seseorang ataupun sekelompok orang melalui alat polisi, padahal polisi itu lembaga penegak hukum bukan demokrasi, namun nyatanya dalam UU MD3 tersebut polisi diwajibkan memenuhi permintaan anggota DPR.
Disisi lain hadirnya UU MD3 ini membatasi kreativitas seseorang dalam berekspresi dan lain sebagainya. Terutama membatasi akal seseorang, mungkinsaja indikasi ketakutan-ketakutan anggota parlemen terhadap kritikan rakyat membuat DPR mengambil alih langkah hukum ataupun lebih menonjolkan sisi kriminalisasi untuk membungkam demokrasi, jika memang DPR tidak ketakutan dalam (korupsi) mereka tidak akan menerbitkan UU ini, karena sejatinya UU ini alat untuk melanggengkan ambisinya tersebut.
Etika di campuradukan dengan hukum, kedaulatan dipenggal hanya karena Penguasa ketakutan, logikanya “kalau orang melangar hukum tentu sudah pasti melangar etika akan tetapi orang yang melanggar etik belum tentu melanggar hukum” norma hukum sudah kacau asas equality before the law tendensi hanya milik raja.
Demokrasi yang sudah lama menyatu dalam Negara dan rakyat banggakan dalam segala aspeknya, kini hanya menyisakan kisah keserakahan tuan DPR, kita sebagai rakyat hanya bisa berupaya agar kedaulatan pulih dengan suci, atas dasar ini maka seluruh elmen rakyat harus menutut hak-hak yang semestinya didapatkan.
Jika pemerintah tidak bisa mengembalikan hak rakyat, maka hanya satu kata “Lawan”!!!
Discussion about this post