UNIBA, – Sebanyak 1019 mahasiswa Universitas Bina Bangsa (UNIBA) resmi diwisuda pada wisuda sarjana ke XI UNIBA yang digelar pada Sabtu (23/11), di Hotel The Royale Krakatau, Kota Cilegon. Pada rangkaian wisuda bertajuk ‘Melalui Peran Nyata UNIBA Pada Era Revolusi Industri 4.0 Sebagai Problem Solver Untuk Bangun Bangsa’ tersebut, terbagi menjadi dua sesi yaitu sesi I pagi dan sesi II yaitu pada sore hari.
Hal itu diungkapkan oleh Rektor Universitas Bina Bangsa, Furtasan Ali Yusuf, saat memberikan sambutan dalam gelaran wisuda tersebut. Ia mengumumkan, wisudawan tersebut berasal dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis sebanyak 747 mahasiswa Program Studi Manajemen, dan 272 mahasiswa Program Studi Akuntansi, sehingga total Alumni sampai wisuda sarjana ke-11 ini berjumlah 6.040 lulusan.
“Semua alumni telah bekerja di berbagai bidang pekerjaan dan telah memberikan kontribusi yang besar terhadap pembangunan bangsa, khususnya di Provinsi Banten,” ujarnya di sela-sela sambutannya.
Ia menyebutkan, wisudawan yang telah dinyatakan LULUS dari 1019 wisudawan Program Sarjana, 72 wisudawan atau 6,97 persen memperoleh predikat Memuaskan, 505 wisudawan atau 49,61 persen memperoleh prediket Sangat Memuaskan dan 442 wisudawan atau 43,42 persen memperoleh predikat Dengan Pujian (cumlaude).
Diketahui, UNIBA telah melewati sampai tahun ke 13 sejak berdiri pada tahun 2006. Sebelum perubahan menjadi Universitas, kata dia, saat berbentuk Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Bina Bangsa sejak tahun 2017.
“Saya kira, UNIBA akan diberikan keberkahan dalam menyiapkan lulusan-lulusan yang bermoral tinggi, berdaya saing, dan kemampuan sebagai pembelajar yang selalu berdaptasi dan menjaga agar tetap relevan dalam kacah kehidupan setelah lulus,” tuturnya.
Sebab, lanjut dia, dengan perubahan Ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) yang semakin cepat secara siklus, selalu terjadi perpindahan pandangan dunia lama ke pandangan dunia baru. Kini, kata dia, saat ini sudah memasuki era Revolusi Industri 4.0 dengan ciri-ciri serba internet, keterhubungan, jaringan, artificial intellegence, machine learning, kecepatan, serba digital, dan matinya tren yang terjadi dengan cepatnya. Semua itu, menuntut inovasi-inovasi yang berkelanjutan.
“Jadi, melalui ukuran-ukuran akreditasi nasional dan juga akreditasi pada skala yang lebih tinggi, maka UNIBA dapat mengetahui kekurangan dan kelebihan dan selanjutnya dapat melakukan perbaikan lagi secara berkelanjutan. Kekurangan-kekurangan itu segera dapat diperbaiki, baik secara kualitas maupun kuantitas,” jelasnya.
Sementara, Kepala Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDIKTI) Wilayah IV Jawa Barat dan Banten, Uman Suherman dalam sambutannya, ia mengingatkan bahwa jangan sampai membangun bangsa yang tidak berbudaya.
Sebab, budaya itu akan menentukan martabat sebagai sebuah bangsa. Kemudian, ia menerangkan bahwa dari 100 persen warga Indonesia yang semestinya berkuliah, pada kenyataannya baru 36 persen bangsa Indonesia yang bisa kuliah.
“Bina Bangsa jangan pernah berkecil hati bersaing dengan kampus-kampus yang lain, karena sebetulnya masih banyak yang belum kuliah daripada yang sudah kuliah,” ujarnya.
Ia juga mengungkapkan beberapa masukan untuk Uniba agar terus maju dan unggul dalam mencetak lulusan-lulusan yang potensial. Pertama, kata dia, kalau Uniba ingin meraih predikat sebagai kampus yang unggul, ia tidak ingin mendengar kehadiran dosen 70 persen.
“Harus 100 persen. Saya tidak mau lagi mendengar mahasiswa Bina Bangsa selesai studi selama 7 tahun, 3,5 tahun,” tegasnya.
Hal itu dilakukan, lanjut dia, dalam era persaingan bebas saat ini, bukan orang yang bebas yang mengalahkan yang kecil. Tetapi orang yang cepat mengalahkan yang lambat. “Kalau selesai (Studi) 7 tahun, berarti sudah membuang waktu 4 tahun,” tandasnya. (RED)